Rabu, 26 Desember 2007

selasa... christmas....

Hari ini selasa.. christmas..
Refresh sehabis dari church, sekalipun beberapa dari kita memilih untuk having a vacation, or spend times with family di hari libur yang mahal buat kaum pekerja di Indonesia ini.
Menelusuri jalan-jalan, bangun tidur agak siang, yang sekali lagi cukup mahal harganya, once kita step into pathetic lifes of working life. Merasakan Jakarta yang less poisoned than usually was.. sedikit lebih sepi, mencoba tidak memikirkan semua penyebab, semua kemacetan di hari biasa, busway dan penghapusan subsidi, orang-orang di kolong tol dan konversi minyak tanah, gaji yang selalu kalah start dengan inflasi tidak berkesudahan.
Membayangkan THR yang terlihat cukup lumayan, namun ketika kita melangkahkan kaki ke supermarket untuk membeli produk-produk penambah nyaman hidup kita, sekali lagi, ammount itu jadi cukup lumayan TIDAK berarti, hmmm... apalagi dibandingkan dengan Mazda 2 pintu yang berkelas, dikemas dengan alat-alat peraga, dan mbak-mbak yang terlihat cukup berkelas pula, yang dipamerkan di Pondok Indah kemarin.
Kembali menelusuri jalan, dengan usaha sangat keras, untuk tidak berpikir dan menganalisa yang berujung dengan mengutuk dan sumpah serapah, menemukan beberapa pengamen dan peminta-minta sekali lagi, di depan polisi yang menatap nanar melihat apakah mobil kita melewati garis zebra cross, atau lampu rating kita yang mati, atau bahkan STNK yang basah keujanan (not,hehehe).
Apakah ini semata-mata mengenai kerja keras, kerja lebih keras lagi, dan kerja lebih keras lagi, kaya dibicarakan salah satu taipan Asia, mengenai cara sukses dalam bekerja? Apakah ini bukan dipengaruhi faktor pendidikan yang belum merata, kesempatan kerja, dan Kolusi atau katabeletje? Apakah faktor hoki atau luck ga berpengaruh disini? (tuh kan aku jadi melakukan analisa lagi... )
Atau ini merely Cuma karena mereka-mereka itu malas belaka, dan ga mau maju, dan merasa nyaman dengan meminta-minta, mengasihani diri sendiri? (jadi wandering ke article di Kompas mengenai Tukang Pos yang bekerja sudah puluhan tahun, di jaman SMS ini..)
Mungkin pemikiran ini ga akan cukup dibedah lewat analisa ekonomi om Kwik atau bang Faisal Basri, apalagi Cuma 175 detik lampu merah. (yang katanya beberapa daerah di Indo telah mencapai standard dunia dalam pengadaan/penempatan lampu merah) off i go...
Melewati beberapa apartement belum jadi, mall dan pertokoan yang ramai, dan yang ga ramai. Sekalipun statistik itu lie kata Benjamin Disraeli, tapi jadi mikir aja, apakah jumlah mall per penduduk di Indo ini sudah melebihi cukup standart, jika dibandingkan dengan jumlah Dokter atau Layanan Kesehatan per penduduk? Apakah arah pembangunan, developmentalisme, ini Cuma untuk memenuhi hasrat, menambah gendut pundi-pundi, dan bank account penduduk “kaya” di Indo yang kata statistik lagi berjumlah 20.000 orang? (bandingin sama jumlah penduduk Indo keseluruhan)
Yang jelas, memang industri hiburan, ruang-ruang publik, ga akan pernah mati, karena di tengah impitan lengan kekar kebutuhan hidup dan usaha untuk survival, dan memenuhi kaidah-kaidah, yang ditenggarai (duwh, jadi kaya anak Persma gw.. hueheu.. cut the crap..) ditengah tuntutan hidup yang luar biasa keras, dan impitan inflasi, tetap saja industri hiburan akan merupakan pilihan untuk tetap sane, karena menawarkan secercah senyum (sekalipun mungkin palsu kaya pramugari-pramugari yang indah saat kita terbang) disaat tiap hari bibir kita merenggut dan complain.
Dan jika gw ga bisa menghentikan cara berpikir seperti ini, bahkan disaat Christmas yang datangnya setaon sekali, mungkin gw bisa memberikan jawaban atas pertanyaan, Profesi apa yang bakal jadi sumber uang beberapa tahun mendatang di Indonesia?, yaitu Psikiater..
Enough berputar-putar, dalam roller coaster dunia konsumsi dan kerajaan-kerajaannya, gw turning home, dan menikmati tidur siang di bantal empuk yang gw baru beli tadi (duwh)..

Kamis, 20 Desember 2007

just a song...

di bawah ini adalah hanya sebuah lagu..
awalnya adalah hanya sebentuk kaset (yup, jaman dimana CD masih ga sepopuler sekarang)
yang dibeli adik gw back in those days...
diputer terus.. hingga akhirnya gw nangkep lagu ini.. dan nyanyiin over and over..

sempet ngilang dari playlist gw lama

dan kemaren thks to innovation and advanced technology, akhirnya gw nemu lagi lagu ini dan gw donlot langsung.. dan dimaenin over and over again..


Head Over Feet by Alanis..


I had no choice but to hear you
You stated your case time and again
I thought about it

You treat me like I'm a princess
I'm not used to liking that
You ask how my day was

You've already won me over in spite of me
And don't be alarmed if I fall head over feet
Don't be surprised if I love you for all that you are
I couldn't help it
It's all your fault

Your love is thick and it swallowed me whole
You're so much braver than I gave you credit for
That's not lip service

You've already won me over in spite of me
And don't be alarmed if I fall head over feet
Don't be surprised if I love you for all that you are
I couldn't help it
It's all your fault

You are the bearer of unconditional things
You held your breath and the door for me
Thanks for your patience

You're the best listener that I've ever met
You're my best friend
Best friend with benefits
What took me so long

I've never felt this healthy before
I've never wanted something rational
I am aware now
I am aware now

You've already won me over in spite of me
And don't be alarmed if I fall head over feet
Don't be surprised if I love you for all that you are
I couldn't help it
It's all your fault

Senin, 17 Desember 2007

DULU...

Dulu

Ini kaya ocehan orang moron menjelang tidur. Baru dapat telpon dari kawan lama.

Menyisakan banyak hal mengantung di udara.

Dan mungkin, jika ada sebuah kata, yang semoga dapat menjadi senjata

Dan masih punya arti

Di dunia yang ga jelas kaya gini

Kata itu adalah Maaf. Mungkin bukan lagi lawan.

Karena kita yang dulu sama-sama muda, lupa akan segala, dibutakan oleh angkara,

Dan resistensi jika bukan eksistensi, terhadap segalanya.

Dulu semua indah kata The Groove.

Tapi sekarang engga lagi, sekalipun bukan berarti engga damai.

Aku ga mau mengajak untuk berbareng bergerak

Bersama-sama untuk mengubur mimpi-mimpi dan hasrat-hasrat.

Tapi sebuah ocehan Dodol sebelum tidur, adalah mengatakan dengan penuh akal sehat, bahwa ini

Sekarang

Adalah

Sebuah

Realita.

Dan situs-situs ternama di acak-acak di dunia maya, kkk udah ga ada, homicide dah bubar, semua yang ada di bookmark dah engga exist. Menyisakan sebuah sosok bernama individu.

Tapi aku mau berkumur sebelum tidur,

Dan berkata..

Aku ga pernah lupa.

(pada sebuah kamar, di kota Jakarta, hampir tengah malam.)

Minggu, 02 Desember 2007

Mainland

Mainland

Tegap. Engga ada sign cadangan energi berlebih di seputar pinggang. Matanya hidup dan young. The only sign of old age is his eyes, covered with modern touch of glasses. Dan hair line yang agak keatas.

Speak nice english, a bit of british accent. Some of old return to home land comrades. And have nice “art of war” in meeting room, as well..

^ that’s the kind of typical chinese leaders i believe, or so i see in one, leader of the pack, these few days.

Generasi muda mereka, as i’ve studied in younger managers, who came along with him, more down to earth, dan a bit fashionable, altough they dont do brand loyalty or even brand acknowledged for clothing.

Generasi muda chinese komunis, yang sometimes can laugh out their heart over some simple matters, dan enjoy beer or cola., and generasi muda yang inilah yang menertawakan “how oldskool my mobile was...” betapa amazingnya ya kemajuan China ini, or kemajuan globalisasi...

How amazing juga mengetahui bahwa the boss, after spending years of higher education in MBA, got a master, learning from American Co in State, go back to develop and building the same company in his mother land..

But still hawa feudal, dan loyalitas tanpa batas terhadap previous generation, terhadap senior mereka, terhadap negara, Old man Mao, bahkan terhadap perusahaan masih sangat kental terasa.

Dan juga satu hal lagi yang harus dipelajari, mereka tidak kenal lelah dan pantang menyerah jika diserang. Mereka akan regroup dan menyerang balik, saat kita berpesta pora akan kemenangan one tiny winy battle..

Disiplin mampus. 12 hours flight from home to this hot spicy land, ga ada sedikitpun beli gifts, atau oleh2, atau sekedar having own private personal times. All days 24/7 is business. No 1 single pictures in their digicam that shows they in their loose self, all were business, shake hand, old pose behind signage, and stuff.

When it comes to Oleh-oleh, instead of beli patung or cendera mata di lantai atas Sarinah, mereka malah beli coklat, cadbury, huehuehe, to gives to their comrades back home.

Oya, they dont give a damn on brand, they do care bout quality..

After spending two hours on Centro, they buy ... Nuthing, Zero, ...

And the conclusion: Indonesian quality on clothing and packaging still low.

But they are not cheapskate, they willing to spend a mill or two on just one simple plain shirt, if came packed with neat sewing, and seaming, and fitting.

(they bought one Raoul instead of hugo boss, just because of the fitting..)

Anyway. The commie has become the Capitalisist.. just like one of the local hero during The Reformation Era in 98, on his first visit to Hard Rock Cafe.., said..

“ternyata, being capitalist itu enak ya?...”

(well, thats leave much more room of definition to discuss..)